Cerpen :Dua Jiwa, Satu Tubuh
“Iya, aku disini. Aku akan mendengarkanmu!”
“Kenapa aku tidak bisa melihatmu,” ujarnya lirih.
“Karena kita bersebelahan. Kamu di kanan dan aku dikiri,” kataku
menjelaskan.
“Aku ingin selalu berada disisimu.”
“Iya, aku ada disisimu selalu dan selamanya.”
“Tetapi kenapa aku tidak bisa melihatmu dengan jelas?” tanyanya
dengan nada tak berdaya.
“Itu, karena aku sudah tidak berada di depan kaca.”
“Pergilah ke depan kaca, biar aku bisa memandang dirimu. Aku rindu
melihat senyumanmu.”
Aku tersenyum mendengarnya berkata demikian dan sesungguhnya aku
juga ingin melihatnya, tetapi aku tidak bisa.
“Maaf, aku tak sanggup.”
“Kenapa?”
“Tubuhku lemah untuk berjalan,” elakku.
“Mari, aku ada disampingmu. Aku akan membantumu berjalan,”
ujarnya memohon.
“Sungguh aku ingin melihat tatapan sandu dari mata indahmu itu,
tetapi aku tidak sanggup berjalan,” ucapku bersedih.
“Kenapa demikian?”
“Karena aku sedang terbaring di jalan.”
“Karena itulah, aku bisa merasakan rasa dingin yang kamu
rasakan?” tanyanya.
Aku mengangguk dengan lemah, “Iya seperti itulah adanya.”
“Kenapa kamu berbaring di jalan, sehingga aku merasakan
dinginnya malam dan jalan ini?”
“Karena, seseorang menabrak kita. Mereka tidak menolong kita,
mereka beranggapan bahwa kita ini adalah orang gila,” jelasku menahan air mata
yang keluar.
“Mereka sungguh kejam, mereka tidak mengetahui tentang kita.”
Aku mengangguk lemah. “Iya mereka sungguh kejam, karena mereka
memandang kita aneh!”
“Itu tidak benar. Kita tidak aneh, kita hanya dua jiwa dalam
satu tubuh,” paparnya menjelaskan.
Aku menangis dan dia pun ikut menangis, aku merasakan sakit dan
dia merasakan sakit yang sama. Sampai saat ini, saat aku berada di bawah langit
malam, dia pun berada disini dan selalu menemaninku.
Tetapi kenapa mereka memandang aku dengan pandangan hina? Kenapa
mereka hendak melenyakpan tubuh fana ini dengan menabrakku tanpa belas kasihan.
Padahal aku tidak menganggu mereka, aku hanya berbicara dengan belahan jiwaku
yang berada di dalam tubuh fanaku ini. Mereka selalu berteriak dengan sebutan, “GILA!”
“Apakah aku memang gila?” tanyaku pada malam.
“Tidak, tidak! Kita tidak gila, mereka yang menyebut kita gila
adalah mereka yang gila. Karena mereka tidak mengenal kita dengan baik,”
ucapnya lirih.
“Baiklah kalau begitu, aku ingin istirahat, malam ini semakin
dingin,” seruku perlahan padanya.
“Baiklah, aku akan menemaninmu, kemari, aku akan memelukmu dalam
dinginnya malam. Kamu akan merasa hangat dalam seketika,” janjinya yang
terdengar samar-samar.
Aku tertidur dalam dekapannya dan aku merasa hangat. Dinginnya malam
kian tak terasa, gelapnya malam makin pudar karena secara perlahan aku
menutupkan mata. Aku tidak ingin membuka mata lagi selamanya. Aku ingin
merasakan hangatnya pelukannya di malam ini.
***
Epilog:
DITEMUKAN WANITA YANG TERBARING BERLUMURAN DARAH KARENA KORBAN TABRAK
LARI. TUBUH WANITA YANG BERDARAH ITU, KEDUA TANGANNYA SALING MENYILANG.
SEAKAN-AKAN SEDANG BERPELUKAN. TUBUH TAK BERNYAWA ITU ADALAH WANITA YANG SELALU
BERBICARA SENDIRI, KARENA SUDAH TIDAK WARAS.
Disuatu tempat dalam kamar yang berantakan dan ditemanin suara
kipas yang mendayu, 29 Januari 2016.
Ditulis oleh : Arndt SP
Terima Kasih Atas Kunjungannya Teman
Judul: Dua Jiwa, Satu Tubuh
Ditulis Oleh Unknown
Jika mengutip harap berikan link yang menuju ke artikel Dua Jiwa, Satu Tubuh ini. Sesama pecinta dunia blogger marilah kita saling menghargai. Terima kasih atas perhatiannya dan sudah membaca di sini. Salam Penuh Kasih dan Karya. Arndt SP
Judul: Dua Jiwa, Satu Tubuh
Ditulis Oleh Unknown
Jika mengutip harap berikan link yang menuju ke artikel Dua Jiwa, Satu Tubuh ini. Sesama pecinta dunia blogger marilah kita saling menghargai. Terima kasih atas perhatiannya dan sudah membaca di sini. Salam Penuh Kasih dan Karya. Arndt SP
wah, nice story... saya kira mereka memang punya dua kepribadian gt... ternyata... :D
BalasHapusternyata oh ternyata sesuatu yang berbeda ya sist hehehe....
BalasHapus