Film-film di stasiun televisi itu seperti membawa nuansa
tersendiri. Kali ini di tahun 2015-2016 Indonesia di landa demam film drama
Turki dan India. Hampir setiap stasiun televisi menanyakan film asal dua negara
tersebut. Bagaimana dengan sinetron Indonesia? Apakah masih bergeming dan
menarik peminat pemirsa di rumah?
Kenapa film-film luar banyak diminati, apakah karena aktor dan
aktrisnya ganteng-ganteng atau sudah jenuh dengan sinetron yang menanyangkan
kekayaan atau gaya hidup mewah yang tidak sebanding dengan gaya hidup mayoritas
warga Indonesia?
Aku bukanlah pengamat film sinetron, aku jarang suka nonton
televisi. Paling yang kusuka Cuma film kartun yang bisa membuatku tersenyum dan
tertawa. Kalau film-film remaja bukan kegemaranku lagi. Mengetahui dunia remaja
tidak mesti melihat film dunia remaja, apalagi sinetronnya selalu mengangkat
kelas atas dan gaya kehidupan glamor, kejahatan, kecemburuan, intrik, lama-lama
membosankan juga. Tetapi bagaimanapun juga itulah gambar kehidupan selalu ada
dalam dua sisi, suka atau tidak suka memang begitu adanya.
Saat ini aku lagi suka film Efsun dan Bahar walaupun judul
aslinya kalau diterjemahkan ke dalam bahasa inggris bila search di internet
yakni kutuliskan sendiri takdirku, begitulah kira-kira. Sebenarnya episode
dalam film ini hanya 25 tetapi karena banyaknya iklan hingga saat ini masih
belum tuntas di tayangkan di televisi.
Apa yang kusuka dari film ini? Sebenarnya kisahnya klise juga
seperti sinetron Indonesia pada masa aku remaja dulu. Intrik, cinta, iri hati. Tetapi
di balik itu semua, aku suka kata-kata yang tertulis dalam review mengenai Ates
(mudahan benar penulisan nama bagi pria yang menyukai bahar) pria ini belajar
kebencian alias dendam dari kehidupan masa kecilnya. Dia tumbuh untuk
membalaskan dendam kematian orangtuanya yang dibunuh didepan matanya sendiri,
meskipun saat itu dia sedang disembunyikan oleh bundanya di bawah ranjang. Kemudian
dia mengenal Bahar, seorang gadis sederhana dan menawan. Meskipun disakitin
saudarinya tetapi selalu memiliki banyak pintu maaf. Dia belajar memaafkan dari
Bahar.
Ya, kehidupan ini benar adanya memiliki dua sisi, sisi baik dan
sisi buruk. Tidak pernah ada ditengah-tengah. Coba lempar koin, jika saat koin
terjatuh pasti hanya menampilkan satu sisi saja, walaupun terkadang dia tidak
jatuh di satu sisi ditengah-tengah tetapi tidak bertahan lama. Apabila sudah
waktunya maka koin itu akan menampilkan satu sisi saja.
Begitulah kehidupan ini, terkadang kita belajar tanpa sadar,
belajar kebencian, kecemburuan, belajar mencari konflik dan memfitnah, tetapi
bersamanya waktu maka kita juga belajar memaafkan, berdamai dengan hati dan
diri sendiri, begitulah kehidupan akan terus berjalan sejalan nafas yang masih
terhembus di dalam tubuh yang fana ini.
Jadi, jika menonton sebuah film lihat sisi baiknya saja, jangan
seperti di film Utaran dimana Icha selalu saja mengalah, mengalah boleh saja
tetapi harus melihat konsekuensinya di masa depan. Jangan hanya memberikan
kebaikan saja terus pada orang jahat, karena orang jahat yang terus diberikan
kebaikan tidak akan pernah bisa belajar dari kesalahannya karena dia tidak tahu
mana yang baik dan benar.
Nah, film gendre atau selera film manakah yang disukai untuk
membunuh waktu setelah keseharian bekerja? Relaxing juga sangat penting ya.
Terima Kasih Atas Kunjungannya Teman
Judul: Demam Turki dan India
Ditulis Oleh Unknown
Jika mengutip harap berikan link yang menuju ke artikel Demam Turki dan India ini. Sesama pecinta dunia blogger marilah kita saling menghargai. Terima kasih atas perhatiannya dan sudah membaca di sini. Salam Penuh Kasih dan Karya. Arndt SP
Judul: Demam Turki dan India
Ditulis Oleh Unknown
Jika mengutip harap berikan link yang menuju ke artikel Demam Turki dan India ini. Sesama pecinta dunia blogger marilah kita saling menghargai. Terima kasih atas perhatiannya dan sudah membaca di sini. Salam Penuh Kasih dan Karya. Arndt SP
0 comments:
Posting Komentar
Thanks to leave good and polite comments here