Cerpen : Mengejar Matahari
Ini kali pertamaku berada di suatu daerah yang tidak pernah aku
kunjungin seumur hidupku. Namanya sudah tersohor hingga seluruh penjuru dunia. Mereka
kemari dengan tujuan yang sama. Apalagi kalau bukan untuk mengejar matahari.
Aku tidak bisa tidur di dalam kamar yang sempit, tanpa TV
ataupun perlengkapan lain. Aku merasa kedinginan, karena seumur hidupku aku
tidak pernah berada di puncak gunung. Apakag ini puncak? Entahlah, aku hanya
asal berucap ria dalam pemikiranku.
Jam sudah menunjukan tengah malam, tetapi mata ini tak juga bisa
diajak kompromi. Mau apa aku disini menghabiskan biaya mahal untuk mengejar
matahari. Padahal bangun pagi saja jarang, bahkan tidak pernah mendahuluin
matahari. Sekarang, aku berada di sini, mencoba menatap matahari yang akan
bangun setelah aku.
Sesekali aku mendengar suara samar-samar dan suara kendaraan
JEEP yang ke arah puncak. Aku harus mencoba menutup mataku. Tetapi susah sekali
untuk tertidur. Meskipun mata terpejam tetapi pikiran entah kemana bertaburan
tanpa bisa kuhentikan.
***
Suara ketokan pintu membangunkanku! Entah sejak kapan aku jatuh
tertidur. Padahal aku sudah berusaha payah untuk tidur, rupanya karena
kelelahan aku tertidur sejenak.
“Mbak bangun, segera bersiap untuk ke pananjakan,” ujar suara
pria yang terus saja mengetuk pintu kamarku.
“Iya, mas. Aku sudah bangun,” sahutku masih berada di atas
tempat tidur.
Segera aku menyiapkan diri, sekedar menggosok gigi dan merapikan
rambut yang teracak-acak karena tertidur. Aku pun segera meluncur ke titik poin
yang dijanjikan tadi malam.
Di sana, sudah ada beberapa pasang menunggu dan karena mereka
hanya menantiku. Jeep itu pun segera berangkat. Aku tak bisa melihat apapun
dari luar jendela jeep. Gelap, karena memang harus gelap untuk mencapai titik
terang diatas puncak. Mencoba menikmatin keindahan sun rise yang tersohor
hingga manca negara.
Aku mencoba untuk tetap membuka kelopak mataku yang kian berat
diatas jalan menanjak menunju titik point pertama. Beberapa orang di dalam jeep
mulai bercakap-cakap menikmatin perjalanan mereka. Sedangkan aku hanya membisu
menatap kegelapan yang kian menghilang seiring dengan waktu yang berjalan.
Akhirnya, perjalanan pun berakhir dan aku harus melanjutkan
menaikin tangga yang menjulang untuk melihat pesona sinar matahari yang selalu
kulewati di tiap kehidupanku hingga usiaku yang sekarang ini. Betapa ramainya,
mereka tumpah ruah di atas sini. Hawa dingin kian menusuk kulitku yang
mendalam. Penantian itu benar-benar menyiksa batin dan mataku untuk tetap
terbuka.
Bisikan suara hatiku seakan-akan bergema dalam dinginnya udara
di atas gunung. Hiruk piruk suara bersanda gurau “penduduk” dadakan di gunung
tak membuatku terusik sedikit pun. Akhirnya, mentari itu perlahan tetapi pasti
memperlihatkan pesonannya. Aku tertegun, betapa indahnya. Sempurna itulah
kata-kata terlintas dalam benakku saat itu.
Jauh dari duniaku, jauh dari koneksi teknologi yang membuat
hidupku terganggu. Aku berada disini hanya untuk mengejar matahari. Aku hanya
mencoba untuk mendapatkan apa yang hilang dalam kehidupanku. Aku berasa hampa. Langit
yang tadinya berwarna gelap, berubah menajadi abu-abu dan kemudian putih dan
berubah menjadi biru.
Aku meratap dan meneteskan air mata. Aku mencoba tips dari
majalan wanita yang mengatakan angkay dagumu keatas agar air mata tidak
mengalir. Namun, itu sia-sia karena air mata itu mengalir dengan derasnya. Aku hanya
mencoba untuk tak terisak.
Tuhan, batinku terluka tetapi mengejar matahari untuk pertama
dalam hidupku. Aku akan menjadi matahari sendiri di dalam kehidupanku. Aku akan
mengusir kegelapan dari hati dan hidupku. Sama seperti pemandangan yang tidak
pernah kulihat dalam hidupku. 2 juta adalah harga yang murah untuk mendapatkan
jiwa dan batin yang baru.
Kala aku lemah dan tak berdaya dalam kegelapan hidupku. Aku akan
kembali mengejar matahari untuk mencoba melihat kembali apa yang hilang dalam
hidupku dan apa yang harus kucoba pertahankan dalam kehidupanku di masa datang.
Terimakasih matahari, meskipun ini pertama kali seumur hidupku melihatmu terbit
dari balik gunung, aku merasakan hal yang berubah dalam hatiku. Kehangatan sinarmu
sampai menembus relung gelap batinku.
Disuatu siang kala menanti makan siang siap. 18 Februari 2016
Terima Kasih Atas Kunjungannya Teman
Judul: Mengejar Matahari
Ditulis Oleh Unknown
Jika mengutip harap berikan link yang menuju ke artikel Mengejar Matahari ini. Sesama pecinta dunia blogger marilah kita saling menghargai. Terima kasih atas perhatiannya dan sudah membaca di sini. Salam Penuh Kasih dan Karya. Arndt SP
Judul: Mengejar Matahari
Ditulis Oleh Unknown
Jika mengutip harap berikan link yang menuju ke artikel Mengejar Matahari ini. Sesama pecinta dunia blogger marilah kita saling menghargai. Terima kasih atas perhatiannya dan sudah membaca di sini. Salam Penuh Kasih dan Karya. Arndt SP
0 comments:
Posting Komentar
Thanks to leave good and polite comments here